Sadar
maupun tidak sadar, kita akan terkena dampak terhadap kenaikan harga BBM. Yang
jadi pertanyaan apakah kebijakan SBY untuk menaikkan harga bahan bakar minyak
adalah sebuah solusi bagi problem peningkatan kesejahteraan bangsa ?Pada
kesempatan ini saya ingin sedikit beropini.
Pertama-tama, masyarakat perlu
menyadari bahwa uang subsidi bukanlah uang dari sembarangan, namun uang dari
pendapatan negara. Pendapatan Negara tersebut bisa dikatakan ya uang
masyarakat sendiri, dan total uang masyarakat (pendapatan Negara) tersebut,
jika diambil angka kasarnya adalah sekitar 1000 Triliun. Dari sejumlah uang
tersebut, sekitar 50%-nya digunakan untuk memenuhi kebutuhan satu tahun (22.5%
untuk belanja pegawai, 21,8% untuk subsidi, 13% untuk pembayaran utang).
Sedangkan kegiatan investasi (belanja modal), di mana manfaatnya dapat
dinikmati lebih dari 1 tahun, hanya dialokasikan sebesar 17,8%.
Jika kita mengambil sudut
pandang dari pendekatan tersebut, keputusan kenaikan BBM merupakan bentuk
kesadaran dari pemerintah bahwa APBN negara Indonesia perlu dialokasikan ke
hal-hal yang lebih bermanfaat (pada belanja modal misalnya).Ini juga bentuk
logis dari kenaikan harga minyak dunia.Ingat, bahwa Indonesia adalah
negara net importer minyak. Jika tarif BBM tetap
dipertahankan, konsekuensinya adalah pengeluaran di post subsidi akan terus
menggerus pendapatan negara, dan hal inilah yang pemerintah tidak kehendaki.
Oleh karenanya, ketika harga minyak dunia naik, sudah merupakan keniscayaan
bahwa tarif BBM dalam negeri juga akan naik.
Hanya
saja, permasalahannya terletak pada bagaimana caranya agar masyarakat tidak
terbebani oleh kenaikan harga BBM. Pada kesempatan ini, penulis akan mencoba
menawarkan alternatif penggunaan Bahan Bakar Gas (BBG) untuk mengurangi dampak
negatif kenaikan BBM kepada masyarakat.
Dampak lonjakan harga minyak
bumi terhadap APBN sebenarnya bisa diminimalkan apabila kita mampu
meningkatkanproduksi minyak mentah.APBN 2008 memang mencantumkan kenaikan
asumsi produksi (lifting) minyak dari 950.000 barrel sehari menjadi 1,034
juta barrel sehari. Namun, pengalaman selama delapan tahun terakhir
menunjukkan, asumsi APBN untuk lifting minyak lebih kerap dikoreksi ke bawah
ketimbang ke atas, sama kerapnya dengan perubahan asumsi harga minyak
mentah.
Pernah
dinyatakan dalam media elektronik bahwa cadangan gas kita adalah salah satu
yang terbesar di dunia.Namun di lapangan, pemanfaatan atas sumber daya alam
yang melimpah tersebut belum maksimal. Hal ini bisa dilihat pada apa saja
penggunaan sumber daya gas di Indonesia, diantaranya: sebagai sumber energi
rumah tangga dan pelaku bisnis, bahan bakar pembangkit listrik, sedangkan
sisanya diekspor. Ironisnya, ekspor gas kita (yang salah satunya ke negara
Cina) mendapatkan harga yang relatif murah. Jika fakta tersebut dikaitkan
dengan fakta bahwa kita mengimpor minyak, maka bisa dikatakan bahwa kita
mengimpor minyak dengan harga mahal tapi justru mengekspor gas melimpah dengan harga
yang murah. Sungguh tidak masuk akal!
Idealnya, SDA gas yang
melimpah haruslah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih
dahulu, mengingat cadangan gas kita yang sangat besar.Untuk memaksimalkan
penggunaan, maka pemerintah harus mampu menjadikan SDA gas tersebut sebagai
substitusi BBM, atau yang kita kenal sebagai Bahan Bakar Gas (BBG). Tentu hal
ini akan mengundang pertanyaan terkait harga dan kemungkinan realisasinya.
Sekarang, mari kita bahas satu per satu.
Dikatakan oleh salah satu
narasumber di media elektronik tersebut mengatakan bahwa jika BBG dapat
digunakan sebagai pengganti BBM, maka harga di pasaran akan ada di kisaran
level Rp4000, dan itu harga tanpa subsidi!
Untuk realisasinya, beberapa daerah sudah mencoba menggunakan BBG,
salah satunya adalah di kota Bogor dengan menggunakan converter kit.
Jika fakta tersebut kemudian dikombinasikan dengan pengalaman pemerintah dalam
mensosialisasikan kompor gas, maka penulis yakin pemerintah dapat menggantikan
penggunaan BBM dengan BBG. Tentunya, dalam penerapan teknologinya akan
memerlukan waktu untuk penyempurnaan.
Lalu bagaimana dengan sisa BBM yang tidak digunakan?Sisa BBM
yang tidak digunakan bisa diekspor, selagi harga minyak dunia masih kian
meroket. Ini tentunya akan sangat menguntungkan Indonesia karena total
pendapatan pemerintah meningkat. Di sisi lain, masyarakat juga akan merasakan
manfaat murahnya biaya transportasi. Solusi BBG akan menjadi solusi yang sangat tepat.
Berdasarkan analisis penulis, untuk menghentikan perdebatan yang
tidak kunjung usai terkait kenaikan BBM, pemerintah harus mencoba untuk
mensubstitusi BBM dengan BBG, karena BBG tidak hanya menguntungkan pemerintah,
namun juga masyarakat, dan manfaat dari penerapan ini bisa dirasakan di kurun
waktu yang lama.
0 komentar:
Posting Komentar