Aksi bakar diri yang
begitu aktual diberitakan di media massa baik elektronik ataupun media
cetak sempat membuat bulu kuduk ini merinding. Orang yang jadi korban
kebakaran mereka menjerit-jerit karena sakit kepanasan. Lah ini ada
manusia yang membakar dirinya sendiri. Terlepas dari
segala motif atau motivasi yang menjadi latar belakang bakar diri
tersebut saya sebagai bangsa Indonesia dan sebagai manusia yang merasa
manusia ikut berbela sungkawa atas kejadian tersebut. Bagi yang sudah
meninggal semoga akan diterima oleh Allah segala amal kebaikannya selama
ini. Tapi bagi kita yang hidup semoga apa yang terjadi akan menjadi
bahan pemikiran dan bahan introspeksi pada diri kita masing-masing.
Bakar Diri Adalah Bagian dari Bunuh Diri?
Ini pertanyaan yang menurut saya sangat
ironis jika berkaitan dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Apakah
dibenarkan menurut agama dan budaya membunuh diri sendiri
untuk memperjuangkan masalah negeri ini? Bagi anda saya akan paparkan
sebuah artikel menarik yang membuat saya tersadar akan arti sebuah
perjuangan. Artikel ini saya ambil dari sebuah blog seorang blogger.
Silahkan anda akses melalui blognya langsung di http://herusupanji.blogspot.com/2011/12/bunuh-diri.html
Emile Durkheim, sosiolog kelahiran
Prancis (1858) mengungkapkan analisa bunuh diri sebagai fakta sosial.
Bukunya tentang itu berjudul Suicide. Pendapatnya tentang bunuh diri
sebagai kritik terhadap beberapa pendapat sebelumnya tentang faktor
penyebab bunuh diri, yaitu faktor psikologis, biologis dan ekologis.
Emile Durkheim memandang penyebab bunuh diri dari asfek sosiologis tanpa
sepenuhnya menafikan ketiga pandangan sebelumnya.
Perbedaan pandangan Durkheim dengan
pandangan sebelumnya adalah pendapatnya bahwa walau bunuh diri merupakan
keputusan individu, tingkat bunuh diri tidak dapat dipandang
semata-mata sebagai akumulasi dari tindakan individual ini. Lebih dari
itu, tingkat bunuh diri merupakan gejala sosial dalam masyarakat. Ia
merupakan fakta sosial sui generis, tak bisa direduksi menjadi fakta
lain, memiliki karakter, dan sifat dasarnya sendiri. (Hanneman Samuel.
2010:56).
Tindakan bunuh diri seseorang tidak
semata-mata dilakukan karena konflik personal dalam dirinya, tetapi
dipengaruhi oleh konflik yang mendera masyarakat. Dari sisi inilah
Durkheim melihat bunuh diri sebagai gejala sosial dalam mayarakat.
Seperti yang terjadi dengan tren
berbusana, bunuh diri juga tampaknya memiliki tren tersendiri. Beberapa
tahun silam masyarakat kita seakan permisif ketika seorang bocah (SD)
Garut melakukan percobaan bunuh diri dengan memberikan reward beasiswa
karena alasan percobaan bunuh dirinya adalah tidak dapat memenuhi
kebutuhan sekolah? Ternyata tindakan bocah itu menjadi tren yang diikuti
bocah-bocah lain dan mengharapkan perlakuan yang sama.
Bunuh diri yang terjadi dalam
serangkaian ketidak berdayaan masyarakat akan berbagai konflik yang
menderanya, buknlah disebabkan oleh konflik personal melainkan oleh
ketidak nyamanan mereka terhadap sistem sosial, termasuk pranata sosial
yang ada. Bunuh diri semacam ini disebabkan karena adanya kesadaran
kolektif tentang berbagai kekecewaan yang terjadi, Durkheim menyebutnya
anomic suicide, yaitu bunuh diri disebabkan karena ketidak jelasan
norma-norma yang mengatur.
Bunuh diri tidak dipandang sebagai
penyimpangan dalam masyarakat tertentu, melainkan sebagai gejala sosial
akan ikatan solidaritas yang tinggi, pengorbanan dan penghormatan
seperti harakiri di masyarakat Jepang.
Berbeda dengan pandangan Emile Durkheim
dan pandangan bangsa Jepang, Indonesia tidak membenarkan tindakan bunuh
diri, baik secara kultural maupun religius. Kultur bangsa kita
mengajarkan keberanian untuk terus berjuang bukan dengan cara bunuh diri
dan atau menyakiti diri. Bahkan dalam pandangan Islam, bunuh diri
adalah hal yang sangat dilarang karena putus asa itu dosa.
Bangsa Indonesia memiliki jiwa heroik
dengan semangat kepahlawanan untuk mencari kemaslahatan bukan mencari
jalan pintas tanpa dipikir secara jernih dan mendalam. Jangan muncul
perilaku menyakiti diri sendiri atau bunuh diri dengan istilah optional
altruistic suicide, yaitu rela berkorban dan memiliki semangat heroik
dengan rela melakukan bunuh diri karena mendapat penghargaan masyarakat.
Apapun alasan yang digunakan untuk
tindakan bunuh diri dan aksi bakar diri yang mengatas namakan tindakan
heroik, kekecewaan akan sistem yang berlaku, atau disebabkan ikatan
solidaritas tinggi maupun karena ada penghargaan dari masyarakat
bukanlah budaya kita, dan tidak dibenarkan dalam ajaran agama.
Bagaimana dengan perjelasan di atas?
Apakah anda akan menjadi menjadi pejuang – pejuang sejati dan membela
negeri ini dengan cara Bunuh diri? Kalau saya akan
berkata, maaf tidak. Sekali lagi tidak. Aku berlindung hanya kepada
Allah dari perbuatan-perbuatan yang justru akan menjerumuskan kita baik
di dunia ataupun di akherat. Kepada penulis artikel di atas saya
acungkan jempol karena telah memberikan cahaya yang terang tentang
masalah yang terjadi di Indonesia saat ini.
sumber dari : http://muktiblog.com
sumber dari : http://muktiblog.com
0 komentar:
Posting Komentar